Oleh Sifreni Mira Yusiana ( CGP Angkatan V)
Patrap Triloka adalah sebuah konsep pendidikan yang digagas oleh R.M. Suwardi Suryaningrat yang kita kenal sebagai Ki Hajar Dewantara, selaku pendiri Perguruan Nasional Taman Siswa yang terkenal dengan semboyannya : Ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani di depan memberi teladan, ditengah membangun motivasi/dorongan, dibelakang memberi dukungan. Berdasarkan hal tersebut, sebagai seorang guru dan pemimpin pembelajaran sudah sepatutnya menerapkan konsep-konsep pengambilan keputusan yang tepat dan berpihak pada murid.
Pemimpin sekolah berperan besar dalam menentukan keberhasilan sekolah karena ia mempunyai tanggung jawab dalam menyinergikan berbagai elemen di dalamnya. Seorang pemimpin sekolah yang berkualitas akan mampu memberdayakan seluruh sumber daya di ekosistem sekolahnya hingga dapat bersatu padu menumbuhkan murid-murid yang berkembang secara utuh, baik dalam rasa, karsa dan ciptanya. Tak dipungkiri, pemimpin sekolah merupakan salah satu aktor kunci dalam terwujudnya Profil Pelajar Pancasila.
Beban dan amanah kepemimpinan adalah mengimbangi semua prioritas yang terpenting. Tugas saya dalam pendidikan adalah melakukan yang terbaik. Apa yang diinginkan kadang-kadang belum tentu itu yang terbaik. Dan untuk membuat perubahan, apalagi perubahan yang transformational, pasti ada kritik. Sebelum mengambil keputusan, tanyakan, apakah yang kita lakukan berdampak pada peningkatan pembelajaran murid? (Nadiem Makarim, 2020)
Dalam perjalanan tentu banyak hal yang kita hadapi, pada abad 21 ini di mana masyarakat semakin menjadi beragam secara demografi, maka pendidik perlu mengembangkan, membina, dan memimpin sekolah-sekolah yang toleran dan demokratis. Kami meyakini bahwa, melalui pembelajaran tentang etika, pemimpin-pemimpin pendidikan masa depan akan lebih siap dalam mengenali, berefleksi, serta menghargai keberagaman.
Dalam menjalankan perannya, tentu seorang pemimpin di sekolah akan menghadapi berbagai situasi dimana ia harus mengambil suatu keputusan dimana ada nilai-nilai kebajikan universal yang sama-sama benar, namun saling bertentangan. Situasi seperti ini disebut sebagai sebuah dilema etika. Disaat itu terjadi, keputusan mana yang akan diambil? Tentunya ini bukan keputusan yang mudah karena kita akan menyadari bahwa setiap pengambilan keputusan akan merefleksikan integritas sekolah tersebut, nilai-nilai apa yang dijunjung tinggi oleh sekolah tersebut, dan keputusan-keputusan yang diambil kelak akan menjadi rujukan atau teladan bagi seluruh warga sekolah dan lingkungan sekitarnya.
Namun, perlu diketahui bahwa tidak semua keputusan sulit tersebut merupakan dilema etika. Ada kalanya masalah yang kita hadapi lebih berupa bujukan moral. Bujukan Moral, adalah situasi dimana seseorang harus membuat keputusan antara benar atau salah.
Dalam keterampilan pengambilan keputusan seringkali berbagai kepentingan saling bersinggungan, dan ada pihak-pihak yang akan merasa dirugikan atau tidak puas atas keputusan yang telah diambil. Sesulit apapun keputusan yang harus diambil untuk permasalahan yang sama-sama benar, sebagai seorang pemimpin , kita perlu mendasarkan keputusan kita pada 3 unsur yaitu; berpihak pada murid, berdasarkan nilai-nilai kebajikan universal, dan bertanggung jawab terhadap segala konsekuensi dari keputusan yang diambil.
Dari pengalaman kita bekerja kita pada institusi pendidikan, kita telah mengetahui bahwa dilema etika adalah tantangan berat yang harus dihadapi dari waktu ke waktu. Ketika kita menghadapi situasi dilema etika, akan ada nilai-nilai kebajikan mendasar yang bertentangan seperti cinta dan kasih sayang, kebenaran, keadilan, kebebasan, persatuan, toleransi, tanggung jawab dan penghargaan akan hidup. Secara umum ada pola, model, atau paradigma yang terjadi pada situasi dilema etika yang bisa dikategorikan seperti di bawah ini:
- Individu lawan kelompok (individual vs community)
- Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy)
- Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty)
- Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)
Selama ini pada saat mengambil keputusan, landasan pemikiran kita memiliki kecenderungan berpikir pada prinsip di bawah ini;
- Melakukan, demi kebaikan orang banyak.
- Menjunjung tinggi prinsip-prinsip/nilai-nilai dalam diri kita.
- Melakukan apa yang kita harapkan orang lain akan lakukan kepada diri kita.
Menurut Kidder, dalam bukunya How Good People Make Tough Choices Resolving the Dilemmas of Ethical Living, USA: HarperCollins Publishers, 1995 ada tiga prinsip yang seringkali membantu dalam menghadapi pilihan-pilihan yang penuh tantangan, yang harus dihadapi pada dunia saat ini. Ketiga prinsip tersebut adalah:
- Berpikir Berbasis Hasil Akhir (End-Based Thinking)
- Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking) Modul
- Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)
Untuk memandu kita dalam mengambil keputusan dan menguji keputusan yang akan diambil dalam situasi dilema etika ataupun bujukan moral yang membingungkan, ada 9 langkah yang dapat kita lakukan.
- Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan.
- Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini.
- Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini. (WH Questions)
- Pengujian benar atau salah ( Uji Legal, uji Publikasi, Uji Regulasi, Uji Intuisi, Uji Panutan)
- Pengujian Paradigma Benar lawan Benar.
- Melakukan Prinsip Resolusi
( Dari 3 prinsip penyelesaian dilema, mana yang akan dipakai?
Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking,) Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking) Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)
- Investigasi Opsi Trilema ( cara lain untuk berkompromi dalam situasi, di luar opsi yang ada)
- Buat Keputusan ( Akhirnya kita akan sampai pada titik di mana kita harus membuat keputusan yang membutuhkan keberanian secara moral untuk melakukannya)
- Lihat lagi Keputusan dan Refleksikan Ketika keputusan sudah diambil. Lihat kembali proses pengambilan keputusan dan ambil pelajarannya untuk dijadikan acuan bagi kasus-kasus selanjutnya.
Dalam proses pengambilan keputusan, selain mengikuti 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan, keterampilan yang telah Bapak Ibu pelajari pada modul-modul sebelumnya akan sangat membantu misalnya keterampilan coaching, karena keterampilan ini membekali seorang guru untuk menjadi coach bagi dirinya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk memprediksi hasil, dan melihat berbagai opsi solusi sehingga dapat mengambil keputusan dengan baik. Selain keterampilan coaching, untuk mengambil keputusan yang bertanggung jawab, diperlukan kompetensi kesadaran diri (self awareness), pengelolaan diri ( self management), kesadaran sosial (social awareness) dan keterampilan berhubungan sosial (relationship skills). Proses pengambilan keputusan seharusnya juga dilakukan dengan kesadaran penuh (mindful) dengan berbagai pilihan dan konsekuensi yang ada.
Mempelajari modul ini sangat penting bagi individu dan pemimpin, karena dalam perjalanan ketika kita dihadapkan dengan bujukan moral dan dilemma etika yang mana keduanya sama-sama benar dan mengandung nilai kebajikan yang harus dipertaruhkan. Maka kita perlu mengujinya kembali melalui, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Hal ini sangat perlu dilakukan agar semua keputusan nanti dilakukan dengan penuh tanggungjawab, mengandung nilai-nilai kebajikan dan berpihak kepada murid.
“Jangan takut mengambil keputusan, kamu akan tetap mendapatkan manfaatnya. Antara menjadi pemenang atau menjadi lebih bijak.”