Tak kenal maka tak sayang. Untuk memperoleh hasil bagus dalam bentuk maksimal, maka langkah konsisten yang mantap adalah prioritas. Coba pikirkan, mending memanjat tangga dengan jarak antar anak tangga awut-awutan―anak tangga pertama terpisah sejauh sepuluh cm dari anak tangga kedua, sementara untuk menggapai batang anak tangga selanjutnya mengerahkan tenaga yang setara lima cm, atau memanjat anak tangga dengan jarak antar anak tangga teratur?
Dalam ilmu fisika pun, GLB (Gerak Lurus Beraturan) tidak seribet GLBB (Gerak Lurus Berubah Beraturan). Gampangnya, tentu opsi kedua tak memakan waktu, tenaga, dan pikiran sebanyak opsi pertama. Karena sekali kita terjebak pada kebiasaan “demen goyah“, hobi menunda-nunda pekerjaan atau “procrastinating jobs“, dan dilema akan fenomena-fenomena aneh yang mungkin terjadi setelah menyelesaikan pekerjaan (tertunda) secara berlebihan, maka susah sudah keluarnya.
Ambil contoh ilmuwan-ilmuwan tersohor dunia. Mereka berani mencoba, menganggap kompetitor sebagai satu batu loncatan, dan persisten mengulang eksperimen demi hipotesis yang kelak berguna bagi dunia edukasi generasi muda. Memang sulit untuk memulai―tidak, fase awal selalu memiliki laporan positif, baru fase kedua dan seterusnya, laporan menunjukkan grafik merah ke bawah.
Apa masalahnya? Tak melulu berputar antara diri sendiri atau lingkungan sekitar, karena keduanya berpengaruh. Kebiasaan persisten bermula ketika kemalasan ditaklukkan. “Halah, masih ada besok, dikerjain besok aja lah,” pikirmu pada hari pertama tugas diberikan. “Masih pagi. Diselesain malam aja deh. Perhitunganku, besok subuh tinggal nambah-nambahin aja,” pikirmu pada hari kedua tugas diberikan. Lanjutkan saja sampai malam, subuh pasti selesai.
Menunda tugas itu enak. Sebelum mengerjakan tugas, bersenang-senang dahulu boleh lah.
Astaga! Deadline tiba dan tugas hanya tiga puluh lima persen! Apa gak kedabalan tuh? Ada satu tipe lagi nih, begadang. Dengarkan, begadang itu tidak baik bagi kesehatan. Props to you apabila hasilnya amazing, tapi hampir mustahil menemukan orang sepertimu, jadi sayangi tubuhmu dan ubah habit destruktif itu.
Malas terasa seakan terdapat tekanan yang mengepung dari segala penjuru, menghalangi mobilitas. Tenang, metode di kartun-kartun anak menurutku efektif! Berlagaklah layaknya superhero, kemudian ucapkan mantranya “aku tidak akan bermalas-malasan di sini! Aku akan mengubah hidupku menjadi lebih baik!“. Dijamin semangat! (plus malu, cengir, menertawai diri sendiri). Selanjutnya, mulai saja apa yang ingin kau lakukan.
Berbicara tentang fase kedua, persistensi berangsur turun. Membiasakan adalah rintangan terbesar, dalam lingkup apa pun. Jika begitu, renungkan mengapa kalian memulai itu semua. Kalau kalian berhenti, apa saja yang telah kalian korbankan? Apa tidak rugi melepasnya? Pikirkan kembali, matang-matang, sebelum fase mengerikan berikutnya menerjang―sesal.
Segenap paragraf kurangkai. Semoga kalian mendapat sedikit pencerahan mengenai keterkaitan antara topik di atas dengan agenda Pra-MPLS SMP Negeri 1 Pasirian.
Jikalau MPLS adalah pembiasaan calon peserta didik terhadap lingkungan sekolah yang akan menjadi rumah kedua mereka selama tiga tahun, maka Pra-MPLS adalah pembiasaan calon peserta didik terhadap agenda MPLS yang menunggu di depan. Oh iya! Sebelum itu, tentu di setiap atap senantiasa terdapat tiang penyokongnya! Kegiatan orientasi ini disusun oleh panitia yang bekerja selama liburan. Aku sempatkan untuk mengapresiasi kerja keras mereka melalui tulisan ini.
Pra-MPLS memperkenalkan banyak kebiasaan:
a). Disiplin waktu. Calon peserta didik diperkenankan hadir sebelum pukul enam lebih lima belas, untuk melaksanakan check-in dan presensi. Jauh sebelumnya, panitia menyiapkan lokasi dan perlengkapan Pra-MPLS hingga pukul enam pagi. Yang paling penting, rundown acara harus pas dengan patokan waktu.
b). Ibadah. Pelaksanaan salat duha empat rakaat berjamaah di musala SMP Negeri 1 Pasirian, diimami panitia siswa laki-laki. Selain itu, pelantunan doa sebelum makan dan sesudah belajar secara bersama juga tak ketinggalan.
c). Public speaking. Public speaking membutuhkan kepercayaan diri dan keberanian untuk tampil di depan publik, banyak orang, atau umum. Menantang diri dengan maju menyampaikan opini pada fase evaluasi, ataupun menerima hukuman ice breaking.
d). Ketelitian. Apakah atributmu lengkap? Bekalmu tertinggal? Keliru pasang tulis id card?
e). Kekompakan. Group assignment semacam mading, yel-yel, dan penampilan membutuhkan konklusi yang mufakat. Poin itu sukar tercapai apabila ruang musyawarah dipenuhi perdebatan tak berujung. Aspek ini juga pokok pada performa puncak.
f). Kebersamaan. Orang baru, oh orang baru. Tak ada cara selain makan bersama sebagai jawaban “bagaimana cara membangun relasi antar orang baru?“. Di sini kalian bisa berbagi, mengobrol menikmati jam santai.
g). Ice breaking. Terdiri atas berbagai jenis permainan seru yang edukatif, tentu tak akan sakit untuk mengikutinya dengan semangat penuh!
h). Ketertiban. Setiap acara pasti memiliki seremoninya. MPLS dibuka dengan apel, sebagai pembiasaan di antata pembiasaan, latihan apel adalah akar di dalam tanah. Ketika MC memimpin alur acara, calon peserta didik khidmat meresapi.
Pra-MPLS adalah program yang penting. Sangat disayangkan apabila dilewatkan. Ada banyak ide, pelajaran, wejangan, dan hal baru yang dapat kalian olah menjadi booster kehidupan. Kakak pembimbing yang profesional berkolaborasi dengan calon peserta didik yang pro-aktif, kombinasi terbaik abad ini! Ditambah panitia guru yang setia menemani, maka pecah sudah pertunjukan kali ini.
Kini Pra-MPLS usai. MPLS menanti di depan. Persiapkan diri kalian untuk membuka lembaran baru di SMP Negeri 1 Pasirian!
“A river cuts through rock, not because of its power, but because of it persistence.” – Jim Watkins
“Sebuah sungai memotong batu, bukan karena kekuatannya, tapi karena persistennya.” – Jim Watkins
Najwa Qonita Wimala, Sabtu, 16 Juli 2022.